APandangan Bowlby mengenai kemelekatan
Seperti kita ketahui, sejak lahir kita tentu
telah memiliki ikatan yang kuat dengan seseorang yang begitu dekat dan penuh
perhatian terhadap kita. Bowlby
menyatakan untuk memahami tingkah laku manusia adalah dengan
mengamati lingkungan adaptasinya yang merupakan tempat berkembang. Anak-anak
sangat membutuhkan perlindungan dari orangtua untuk mengatasi gangguan-gangguan
di lingkungan adaptasinya yang mengakibatkan tingkah laku seorang anak menjadi buruk di lingkungan
di mana dia akan tumbuh dan berkembang.
Sehingga mereka memerlukan mekanisme
perlindungan untuk menjaga mereka agar tetap dekat dengan orangtuanya. Untuk
mengembangkan tingkah laku kemelekatan (attachment) berupa gestur dan sinyal yang memperkenalkan
dan mempertahankan kedekatan dengan orang terdekat (pengasuh,
orangtua).
Salah satu wujud dari sinyal tersebut adalah tangisan bayi. Tangisan ini
merupakan isyarat bahwa anak membutuhkan pertolongan. Ketika bayi merasa lapar,
ketakutan dan merasa tidak nyaman dia akan menangis sehingga orang tuanya
datang untuk memeriksa kondisinya. Tak hanya tangisan yang merupakan sinyal
kemelekatan, namun senyuman bayi, berceloteh, mengenggam, menghisap, dan
mengikuti kemanapun orang tuanya melangkah juga merupakan sinyal kemelekatan.
Perkembangan kemelekatan anak berawal dari respon sosial bayi yang tidak
terpilah-pilah. Contohnya bayi akan tersenyum
kepada siapapun yang dia lihat . Seiring dengan
bertambahnya usia (3-6 bulan) bayi membatasi respon terhadap orang yang
dikenalnya. Ia akan merasakan ketidaknyamanan terhadap keberadaan orang yang
belum dikenalnya. Mereka menjadi aktif bergerak, seperti berguling-guling dan
lebih mengambil peran untuk mempertahankan kemelekatan figur terdekat yang
utama. Sebenarnya mereka selalu mengawasi gerak-gerik orang tuanya dan tanda
apapun yang memicu respon mereka. Bayi mulai mengikuti tingkah laku atau
gerak-gerik orang tuanya yang merupakan figur yang ditirukannya.
·
Fase-fase
kemelekatan
1.
Fase
pertama (0-3 bulan) : respon yang tidak terpilah terhadap manusia
Pada awal kehidupannya bayi menunjukan beragam jenis respon, namun
respon ini bersifat sama terhadap setiap orang. Selama 3 minggu pertama atau lebih
bayi terkadang mulai bisa tersenyum kepada suara manusia. Sekitar usia lima
atau enam minggu respon bayi bertambah.
Mereka mulai tersenyum bahagia dan bisa melihat wajah manusia secara utuh.
Untuk usia tiga bulan atau lebih senyuman bayi tidak menunjukkan kesukaannya
kepada siapa pun. Hal ini dibuktikan ketika bayi melihat wajah manusia, baik melalui gambar ataupun secara langsng, bayi akan tetap tersenyum. Menurut bowlby, senyuman mendorong
kemelekatan karena dapat mempertahankan kedekatan bayi dengan pengasuhnya.
Sewaktu bayi tersenyum, pengasuhnya menikmati keberadaan bersama si bayi, “ tersenyum
balik, berbicara padanya, menepuk-nepuk dan mencubit-cubitnya, dan mungkin
malah mengendongnya ” (bowlby,
1982,h.246). Senyuman sendiri adalah pemicu yang mengundang interaksi mencintai
dan memerhatikan sebuah tindakan yang meningkatkan kesempatan bayi untuk tumbuh
sehat dan bertahan hidup. Tak
hanya senyuman, tangisan bayi juga merupakan suatu kedekatan anatara bayi
dengan orangtuanya. Tangisan, seperti
tangisan bahaya, bayi memerlukan bantuan, sakit, atau lapar serta menagis
ketika seseorang yang mereka kenali menjauh dari pandangan mereka.
Memepertahankan kedekatan juga dapat dilakukan lewat genggaman
bayi. Bayi baru lahir memiliki 2 respon genggaman, yaitu menggenggam secara
refleks dan genggaman refleks moro. Genggaman refleks yang pertama adalah
ketika sesuatu objek menyentuh tangan bayi, maka tangan si bayi akan otomatis
tertutup di sekeliling objek. Sedangkan releks moro adalah refleks yang muncul
ketika bayi tertawa kecil karena mendengar suara berisik. Bayi juga dilengkapi
dengan refleks rooting dan menghisap, contohnya ketika bayi meminum asi.
2.
Fase
kedua (3-6 bulan): focus kepada orang-orang yang dikenal.
Antara tiga-enam bulan, bayi akan tersenyum hanya kepada
orang-orang yang dia kenal saja. Di usia sekitar empat-lima bulan, bayi akan
mendekung, mendeguk, dan berceloteh hanya kepada orang-orang yang dia kenal
saja. Bayi juga akan mulai menjangkau dan memeluk bagian tubuh kita yang lain,
seperti rambut pada usia sekitar lima bulan. Selama
fase ini bayi mulai untuk mempersempit respon mereka kepada orang-orang yang
dikenalnya saja. Mereka biasanya hanya bisa dekat dengan dua atau tiga orang
dan satu yang paling utama. Hal ini jauh berbeda dengan fase pertama, di mana
bayi tidak memilah-milah orang untuk dekat dengannya.
3.
Fase
ketiga (6 bulan-3 tahun) : kemelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang
aktif.
Pada usia ini bayi terlihat begitu memiliki kedekatan yang intens
dan eksklusif. Ini terlihat ketika bayi akan menangis keras ketika figure ibu
meninggalkannnya, memperlihatkan adanya kecemasan terhadap perpisahan.
Kemelekatan juga dibuktikan ketika usia tujuh –delapan bulan
bayi menjunkkan ketakutan terhadap orang asing. Sebagai contoh bayi akan
menangis ketika melihat orang yang tidak dia kenal. Kemelekatan lainnya di
tunjukkan dengan kebiasan bayi menyerap dan mengikuti orang tuanya yang
berjalan meninggalkannya. Bayi juga akan melalakukan upaya maksimal untuk
memperoleh kedekatan dengan ibunya, misal bayi akan berusaha merangkak untuk
mendekat kepada ibunya walaupun jarak antara si bayi dan ibunya cukup jauh.
4.
Fase
keempat (3 tahun-akhir masa kanak-kanak) : tingkah laku persahabatan.
Sebelum usia tiga-empat tahun anak-anak lebih berkonsentrasi
mempertahankan kedekatan dengan orang tuanya. Perbedaan kemelekatan anak usia
dua tahun dan tiga tahun terletak ketika dia ditinggal pergi ibu atau ayahnya
pergi. Anak usia dua tahun ketika orang tuanya pergi semisal membeli susu, si
anak mengikutinya. Sedangkan untuk anak usia tiga tahun, dia cenderung acuh
ketika orang tuanya pergi.
·
Pola kemelekatan menurut Bowlby :
1.Pola secure attachment (aman)
“Pola kelekatan aman adalah pola
yang terbentuk dari interaksi ibu dan anak atau pengasuhnya. Anak merasa percaya terhadap ibu sebagai figur yang selalu siap
mendampingi sensitif dan responsive. Penuh cinta dengan kasih sayang ketika
anak mencari perlindungan atau kenyamanan dan selalu menolong dan membantunya
dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak yang mempunyai
pola ini percaya adanya responsivitas dan kesediaan ibu bagi
mereka”’(Bowlby,1979)
2.Pola anxious resistant attachment
(cemas ambivalen)
Pola kelekatan cemas ambivalen
adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak ,anak merasa
tidak pasti bahwa ibunya selalu ada ketika dia membutuhkannya. Pada saat ia
membutuhkan ibunya. Akibatnya ia mengalami kecemasan untuk berpisah(Separation
anxiety),cenderung bergantung menurut perhatian dan cemas dalam berekplorasi
dalam lingkungan. Pada pola ini ,dalam diri anak muncul ketidak pastian sebagai
akibat dari ibu yang terkadang tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan
dan juga adanya keterpisahan(Bowlby,1988).Bowlby menekankan dalam”attachment
theory” (1960)separation anxiety sesungguhnya mengacu pada proses bayi/anak
terhadap jauhnya dirinya dari ibunya.pada kesedihan yang di sebabkan oleh
ketidak hadiran ibu dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu
yang sudah di antisipasikan.
3.Pola anxios attachment (cemas
menghindar)
Pola cemas
menghindar adalah Pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak ,anak
tidak memiliki kepercayaan diri karena ketika ia mencari kasih sayang ia tidak
di respon atau bahkan di tolak. Pada pola ini konflik lebih tersembunyi
,sebagai hasil dari perilaku ibu yang secara konstan menolaknya ketika ia
mendekat untuk mencari kenyamanan atau perlindungan (Bowlby,1988).
Pada saat mencapai umur 2 tahun kemelekatan ( attcment )
anak terhadap ibunya menjadi lebih kompleks ini di kenal sebagai internal
working. Internal working di pahami sebagai representasi mental yang meliputi
pengetahuan yang di miliki anak dari hubungan sehari-hari anak dengan ibunya
yang kemudian akan mempengaruhi serta digeneralisasikan (dihubugkan) kepada cara pandangnya terhadap diri dan
lingkungannya (Bowlby,dalam
Wufel,1986) Ibu sering menolak atau mempermainkan permintaan anak pada saat di
butuhkan anak akan mengembangkan internal working model mengenai figur seorang
ibu yang menolak dirinya sebagai sesuatu yang tak berharga. Jika sebaliknya ibu memberikan bantuan dan
kenyamanan saat di butuhkan anak maka anak akan cenderung mengembangkan
internal working model mengenai ibu sebagai fitur yang penuh kasih sayang dan
dirinya sebagai individu yang berharga untuk di cintai (Bowlby,1973)
Perawatan panti asuhan
Hasil
pengamatan Bowlby terhadap anak- Anak-anak yang hidup dipanti asuhan cenderung
tidak sanggup membentuk sebuah ikatan cinta yang langgeng dengan orang lain.
Hal ini, karena mereka tidak mengembangkan kemampuan bagi pertalian intim
selama periode awal yang normal, sehingga relasi mereka masih terbawa hingga
dewasa. Di panti asuhan pola pengasuhan terkadang di lakukan oleh beberapa
perawat yang berbeda. Para perawat hanya memenuhi kebutuhan fisik mereka,
sedangkan kebutuhan biologis mereka jarang termenuhi. Misal ketika bayi
menangis atau tersenyum terkadang tidak ada yang menanggapi tangisan bahkan
senyuman mereka. Berbicara atau berceloteh dengan mereka, serta bayi
menginginkan untuk digendong juga terkadang tidak ada yang menanggapi. Inilah
yang berakibat, bayi sangat sulit untuk membangun sebuah ikatan yanga kuat
dengan pribadi tertentu. Kurang interaksi
atau tanggapan ini membuat bayi-bayi mungkin memang tidak pernah bisa
mengembangkan lagi tingkah laku social dengan tepat.
1.
Perpisahan.
Efek-efek perpisahan biasanya berjalan dalam beberapa urutan.
Pertama, anak-anak protes, dilakukan seperti menangis, menjerit, dan menolak
semua norma perawatan pengganti. Kedua, mereka melewati periode putusan, anak
–anak akan menjadi pendiam, menarik diri, tidak aktif, dan tampaknya selalu berada dalam
kondisi yang murung. Ketiga periode perpisahan, periode ini anak-anak lebih
bersemangat dan bisa menerima perawatan dari suster atau orang lain. Puncaknya
adalah ketika ibunya kembali, anak tampaknya tidak lagi mengenali si ibu, dia
akan memalingkan muka dan kehilangan minat sama sekali kepadanya. Jika
perpisahan terlalu lama, dan jika seorang anak juga kehilanagn penagsuhanya
yang baru, maka anak tidak akan peduli lagi kepada orang lain. Hasilnya adalah
“karakter yang tidak memiliki afeksi”, keadaan dimana kepribadian seorang anak
tidak lagi peduli kepada orang lain dengan cara yang mengerikan.
Bagi bowlby, hanya etologi yang bisa menjelaskan kenapa perpisahan
memiliki efek yang sangat mendalam bagi anak. Etologi menyatakan jika kebutuhan
anak untuk mempertahankan orang tuanya tetap dekat telah menampakan
spesiesnya untuk bertahan hidup, kebutuhan ini sama mendasarnya dengan
kebutuhan biologis. Oleh karena
itu kita tidak dapat menghalangi kebutuhan anak untuk mempertahankan
kedekatan tanpa menghasilkan reaksi emosional yang kuat.
A. Pengaruh kemelekatan terhadap perkembangan
emosi anak.
Perhatian dan
kasih sayang dari orangtua merupakan suatu hal yang menyebabkan kemelekatan di
dalam diri setiap individu. Hubungan kemelekatan sangat berpengaruh bagi
perkembangan emosi anak. Adapun pengaruh dari hubungan kemelekatan terhadap
perkembangan emosi si anak menimbulkan beberapa dampak. Jika kemelekatan terjalin sangat
baik akan memberikan dampak yang positif, sebaliknya jika hubungan kemelekatan
tidak terjalin dengan baik maka akan menimbulkan dampak yang negatif. Dampak-dampak tersebut
diantaranya:
v
Dampak positif :
1. Rasa percaya diri
Perhatian dan kasih sayang
orangtua yang stabil dapat menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi
orang lain. Selain itu adanya perhatian dari orangtua, juga menyebabkan anak
belajar percaya pada orang lain.
2. Kemampuan membina hubungan yang
hangat
Hubungan yang diperoleh anak dari
orangtua menjadikan pelajaran baginya untuk dapat diterapkan dimasa dewasanya.
Sebuah kelekatan yang hangat menjadi tolak ukur dalam membentuk hubungan dengan
teman sebayanya maupun dengan orang di lingkungannya. Sebaliknya hubungan yang
buruk, menjadi pengalaman traumatis baginya menghalangi kemampuan membina
hubungan yang stabil dan harmonis dengan orang lain maupun lingkungannya.
3. Mengasihi sesama dan peduli pada
orang lain.
Anak yang tumbuh di lingkungan
hubungan yang hangat memiliki sensitivitas atau kelekatan yang tinggi terhadap
kebutuhan interaksi social di dalam lingkungannya. Kebutuhan yang dimaksudkan
adalah kebutuhan untuk membantu kesusahan orang lain.
4. Disiplin
Kelekatan yang baik, membuat
orangtua dapat memahami anak dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan orangtua
lebih mudah memberikan arahan secara lebih proposional, empatik, penuh
kesabaran dan pengertian yang mendalam. Memberikan hukuman terhadap kesalahan yang mereka buat merupakan
cara yang tidak tepat untuk membuat anak patuh terhadap peraturan orangtuanya.
5.
Pertumbuhan
intelektual dan psikologis
Bentuk kelekatan yang terjalin, kelak mempengaruhi pertumbuhan
fisik, intelektual dan kognitif serta perkembangan psikologis anak.
Dampak
masalah kemelekatan pada anak
Masalah Intelektual
1 .
Ketidakmampuan menghubungkan sebab-akibat
Orang tua yang tidak konsisten dalam bersikap akan mempengaruhi
pemikiran seorang anak. Dampaknya akan semakin terlihat di masa depannya. Anak
akan sulit memahami sebab-akibat dari sebuah peristiwa, sehingga dia akan sulit
belajar dari kesalahan yang dia lakukan.
2 . Kesulitan Belajar
Kurangnya kelekatan dengan orangtua membuat anak mengalami
kesulitan dalam memahami arahan ataupun instruksi yang seharusnya bisa dia
pelajari dari perilaku orangtua.
3. Sulit mengendalikan dorongan
Kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi akan membuat anak
mengalami ketidakpuasan atas berbagai hal yang dia inginkan. Hal ini yang
mendorong anak untuk mencari perhatian orang lain dengan caranya sendiri, yang
terkadang mengarah kepada hal-hal positif dan dapan merugikan orang lain.
Masalah Emosional
1. Kesulitan berbicara
Kemelekatan sangat berpengaruh bagi kemampuan berbicara seorang
anak. Kurangnya kelekatan tersebut
mengakibatkan anak berpikir bahwa orangtuanya tidak memperhatikannya,
sehingga anak lebih sering menahan diri dan tidak mengungkapkan keinginan dan
mengekspresikan diri dengan kata-kata.
2.
Gangguan pola makan
Orangtua yang tidak
konsisten dalam menanggapi kebutuhan fisik anak akan mengacaukan sistem
metabolisme dan pola makan anak.
3.
Perkembangan konsep diri yang negatif
Kurangnya perhatian orangtua seringkali membuat anak membangun
image diri yang mandiri dan mampu hidup tanpa bantuan orang lain, terutama
orangtua. Image yang telah dibangun tersebut ditunjukkan dengan sifat kerasnya
untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa di dalam dirinya ada rasa
kecewa, takut, marah dan sakit hati terhadap orangtuanya. Dia juga membuat
presepsi dalam dirinya bahwa dia tidak diperhatikan, disingkirkan dan
keberadaannya tidak dianggap oleh orangtuanya. Hal seperti inilah yang kemudian
mendorong dia untuk melakukan perbuatan yang buruk dan sulit mencintai juga menerima orang lain.
Masalah Moral
Anak yang mengalami masalah moral akan sulit membedakan yang baik
dan yang buruk, karena kurangnya peran orangtua dalam menjadi patokan moral
yang mengakibatkan mereka kesulitan mengendalikan dorongan dan kesulitan
memenuhi kebutuhan emosional mereka. Sehingga mereka hanya menirukan perilaku orangtua dan mencari
cara agar tidak mendapat hukuman yang berat dengan berbohong, mencuri, merusak
dan menyakiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar