Kamis, 28 Mei 2015

Teori kemelekatan Menurut Bowlby


APandangan Bowlby mengenai kemelekatan
Seperti kita ketahui, sejak lahir kita tentu telah memiliki ikatan yang kuat dengan seseorang yang begitu dekat dan penuh perhatian terhadap kita. Bowlby menyatakan untuk memahami tingkah laku manusia adalah dengan mengamati lingkungan adaptasinya yang merupakan tempat berkembang. Anak-anak sangat membutuhkan perlindungan dari orangtua untuk mengatasi gangguan-gangguan di lingkungan adaptasinya yang mengakibatkan tingkah laku seorang anak menjadi buruk di lingkungan di mana dia akan tumbuh dan berkembang. Sehingga  mereka memerlukan mekanisme perlindungan untuk menjaga mereka agar  tetap dekat dengan orangtuanya. Untuk mengembangkan tingkah laku kemelekatan (attachment)  berupa gestur dan sinyal yang memperkenalkan dan mempertahankan kedekatan dengan orang terdekat (pengasuh, orangtua). Salah satu wujud dari sinyal tersebut adalah tangisan bayi. Tangisan ini merupakan isyarat bahwa anak membutuhkan pertolongan. Ketika bayi merasa lapar, ketakutan dan merasa tidak nyaman dia akan menangis sehingga orang tuanya datang untuk memeriksa kondisinya. Tak hanya tangisan yang merupakan sinyal kemelekatan, namun senyuman bayi, berceloteh, mengenggam, menghisap, dan mengikuti kemanapun orang tuanya melangkah juga merupakan sinyal kemelekatan.
Perkembangan kemelekatan anak berawal dari respon sosial bayi yang tidak terpilah-pilah. Contohnya bayi akan tersenyum kepada siapapun yang dia lihat . Seiring dengan bertambahnya usia (3-6 bulan) bayi membatasi respon terhadap orang yang dikenalnya. Ia akan merasakan ketidaknyamanan terhadap keberadaan orang yang belum dikenalnya. Mereka menjadi aktif bergerak, seperti berguling-guling dan lebih mengambil peran untuk mempertahankan kemelekatan figur terdekat yang utama. Sebenarnya mereka selalu mengawasi gerak-gerik orang tuanya dan tanda apapun yang memicu respon mereka. Bayi mulai mengikuti tingkah laku atau gerak-gerik orang tuanya yang merupakan figur yang ditirukannya.
·         Fase-fase kemelekatan
1.    Fase pertama (0-3 bulan) : respon yang tidak terpilah terhadap manusia
Pada awal kehidupannya bayi menunjukan beragam jenis respon, namun respon ini bersifat sama terhadap setiap orang. Selama 3 minggu pertama atau lebih bayi terkadang mulai bisa tersenyum kepada suara manusia. Sekitar usia lima atau enam minggu respon bayi bertambah. Mereka mulai tersenyum bahagia dan bisa melihat wajah manusia secara utuh. Untuk usia tiga bulan atau lebih senyuman bayi tidak menunjukkan kesukaannya kepada siapa pun. Hal ini dibuktikan ketika bayi melihat wajah manusia, baik melalui gambar ataupun secara langsng, bayi akan tetap tersenyum. Menurut bowlby, senyuman mendorong kemelekatan karena dapat mempertahankan kedekatan bayi dengan pengasuhnya. Sewaktu bayi tersenyum, pengasuhnya menikmati keberadaan bersama si bayi, “ tersenyum balik, berbicara padanya, menepuk-nepuk dan mencubit-cubitnya, dan mungkin malah mengendongnya ” (bowlby, 1982,h.246). Senyuman sendiri adalah pemicu yang mengundang interaksi mencintai dan memerhatikan sebuah tindakan yang meningkatkan kesempatan bayi untuk tumbuh sehat dan bertahan hidup. Tak hanya senyuman, tangisan bayi juga merupakan suatu kedekatan anatara bayi dengan orangtuanya. Tangisan, seperti tangisan bahaya, bayi memerlukan bantuan, sakit, atau lapar serta menagis ketika seseorang yang mereka kenali menjauh dari pandangan mereka.
Memepertahankan kedekatan juga dapat dilakukan lewat genggaman bayi. Bayi baru lahir memiliki 2 respon genggaman, yaitu menggenggam secara refleks dan genggaman refleks moro. Genggaman refleks yang pertama adalah ketika sesuatu objek menyentuh tangan bayi, maka tangan si bayi akan otomatis tertutup di sekeliling objek. Sedangkan releks moro adalah refleks yang muncul ketika bayi tertawa kecil karena mendengar suara berisik. Bayi juga dilengkapi dengan refleks rooting dan menghisap, contohnya ketika bayi meminum asi.

2.    Fase kedua (3-6 bulan): focus kepada orang-orang yang dikenal.
Antara tiga-enam bulan, bayi akan tersenyum hanya kepada orang-orang yang dia kenal saja. Di usia sekitar empat-lima bulan, bayi akan mendekung, mendeguk, dan berceloteh hanya kepada orang-orang yang dia kenal saja. Bayi juga akan mulai menjangkau dan memeluk bagian tubuh kita yang lain, seperti rambut pada usia sekitar lima bulan. Selama fase ini bayi mulai untuk mempersempit respon mereka kepada orang-orang yang dikenalnya saja. Mereka biasanya hanya bisa dekat dengan dua atau tiga orang dan satu yang paling utama. Hal ini jauh berbeda dengan fase pertama, di mana bayi tidak memilah-milah orang untuk dekat dengannya.

3.    Fase ketiga (6 bulan-3 tahun) : kemelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif.
Pada usia ini bayi terlihat begitu memiliki kedekatan yang intens dan eksklusif. Ini terlihat ketika bayi akan menangis keras ketika figure ibu meninggalkannnya, memperlihatkan adanya kecemasan terhadap perpisahan. Kemelekatan juga dibuktikan ketika usia tujuhdelapan bulan bayi menjunkkan ketakutan terhadap orang asing. Sebagai contoh bayi akan menangis ketika melihat orang yang tidak dia kenal. Kemelekatan lainnya di tunjukkan dengan kebiasan bayi menyerap dan mengikuti orang tuanya yang berjalan meninggalkannya. Bayi juga akan melalakukan upaya maksimal untuk memperoleh kedekatan dengan ibunya, misal bayi akan berusaha merangkak untuk mendekat kepada ibunya walaupun jarak antara si bayi dan ibunya cukup jauh.

4.    Fase keempat (3 tahun-akhir masa kanak-kanak) : tingkah laku persahabatan.
Sebelum usia tiga-empat tahun anak-anak lebih berkonsentrasi mempertahankan kedekatan dengan orang tuanya. Perbedaan kemelekatan anak usia dua tahun dan tiga tahun terletak ketika dia ditinggal pergi ibu atau ayahnya pergi. Anak usia dua tahun ketika orang tuanya pergi semisal membeli susu, si anak mengikutinya. Sedangkan untuk anak usia tiga tahun, dia cenderung acuh ketika orang tuanya pergi.

·         Pola  kemelekatan menurut Bowlby :
1.Pola secure attachment (aman)
“Pola kelekatan aman adalah pola yang terbentuk dari interaksi ibu dan anak atau pengasuhnya. Anak merasa percaya terhadap ibu sebagai figur yang selalu siap mendampingi sensitif dan responsive. Penuh cinta dengan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan atau kenyamanan dan selalu menolong dan membantunya dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak yang mempunyai pola ini percaya adanya responsivitas dan kesediaan ibu bagi mereka”’(Bowlby,1979)

2.Pola anxious resistant attachment (cemas ambivalen)
Pola kelekatan cemas ambivalen adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak ,anak merasa tidak pasti bahwa ibunya selalu ada ketika dia membutuhkannya. Pada saat ia membutuhkan ibunya. Akibatnya ia mengalami kecemasan untuk berpisah(Separation anxiety),cenderung bergantung menurut perhatian dan cemas dalam berekplorasi dalam lingkungan. Pada pola ini ,dalam diri anak muncul ketidak pastian sebagai akibat dari ibu yang terkadang tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan dan juga adanya keterpisahan(Bowlby,1988).Bowlby menekankan dalam”attachment theory” (1960)separation anxiety sesungguhnya mengacu pada proses bayi/anak terhadap jauhnya dirinya dari ibunya.pada kesedihan yang di sebabkan oleh ketidak hadiran ibu dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu yang sudah di antisipasikan.
3.Pola anxios attachment (cemas menghindar)
Pola cemas menghindar adalah Pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak ,anak tidak memiliki kepercayaan diri karena ketika ia mencari kasih sayang ia tidak di respon atau bahkan di tolak. Pada pola ini konflik lebih tersembunyi ,sebagai hasil dari perilaku ibu yang secara konstan menolaknya ketika ia mendekat untuk mencari kenyamanan atau perlindungan (Bowlby,1988). Pada saat mencapai umur 2 tahun kemelekatan ( attcment ) anak terhadap ibunya menjadi lebih kompleks ini di kenal sebagai internal working. Internal working di pahami sebagai representasi mental yang meliputi pengetahuan yang di miliki anak dari hubungan sehari-hari anak dengan ibunya yang kemudian akan mempengaruhi serta digeneralisasikan (dihubugkan) kepada cara pandangnya terhadap diri dan lingkungannya (Bowlby,dalam Wufel,1986) Ibu sering menolak atau mempermainkan permintaan anak pada saat di butuhkan anak akan mengembangkan internal working model mengenai figur seorang ibu yang menolak dirinya sebagai sesuatu yang tak berharga. Jika sebaliknya ibu memberikan bantuan dan kenyamanan saat di butuhkan anak maka anak akan cenderung mengembangkan internal working model mengenai ibu sebagai fitur yang penuh kasih sayang dan dirinya sebagai individu yang berharga untuk di cintai (Bowlby,1973)

Perawatan panti asuhan
Hasil pengamatan  Bowlby terhadap anak-  Anak-anak yang hidup dipanti asuhan cenderung tidak sanggup membentuk sebuah ikatan cinta yang langgeng dengan orang lain. Hal ini, karena mereka tidak mengembangkan kemampuan bagi pertalian intim selama periode awal yang normal, sehingga relasi mereka masih terbawa hingga dewasa. Di panti asuhan pola pengasuhan terkadang di lakukan oleh beberapa perawat yang berbeda. Para perawat hanya memenuhi kebutuhan fisik mereka, sedangkan kebutuhan biologis mereka jarang termenuhi. Misal ketika bayi menangis atau tersenyum terkadang tidak ada yang menanggapi tangisan bahkan senyuman mereka. Berbicara atau berceloteh dengan mereka, serta bayi menginginkan untuk digendong juga terkadang tidak ada yang menanggapi. Inilah yang berakibat, bayi sangat sulit untuk membangun sebuah ikatan yanga kuat dengan pribadi tertentu. Kurang interaksi  atau tanggapan ini membuat bayi-bayi mungkin memang tidak pernah bisa mengembangkan lagi tingkah laku social dengan tepat.

1.    Perpisahan.
Efek-efek perpisahan biasanya berjalan dalam beberapa urutan. Pertama, anak-anak protes, dilakukan seperti menangis, menjerit, dan menolak semua norma perawatan pengganti. Kedua, mereka melewati periode putusan, anak –anak akan menjadi pendiam, menarik diri, tidak aktif, dan tampaknya selalu berada dalam kondisi yang murung. Ketiga periode perpisahan, periode ini anak-anak lebih bersemangat dan bisa menerima perawatan dari suster atau orang lain. Puncaknya adalah ketika ibunya kembali, anak tampaknya tidak lagi mengenali si ibu, dia akan memalingkan muka dan kehilangan minat sama sekali kepadanya. Jika perpisahan terlalu lama, dan jika seorang anak juga kehilanagn penagsuhanya yang baru, maka anak tidak akan peduli lagi kepada orang lain. Hasilnya adalah “karakter yang tidak memiliki afeksi”, keadaan dimana kepribadian seorang anak tidak lagi peduli kepada orang lain dengan cara yang mengerikan.
Bagi bowlby, hanya etologi yang bisa menjelaskan kenapa perpisahan memiliki efek yang sangat mendalam bagi anak. Etologi menyatakan jika kebutuhan anak untuk mempertahankan orang tuanya tetap dekat telah menampakan spesiesnya untuk bertahan hidup, kebutuhan ini sama mendasarnya dengan kebutuhan biologis. Oleh karena itu kita tidak dapat menghalangi kebutuhan anak untuk mempertahankan kedekatan tanpa menghasilkan reaksi emosional yang kuat.

A.      Pengaruh kemelekatan terhadap perkembangan emosi anak.
Perhatian dan kasih sayang dari orangtua merupakan suatu hal yang menyebabkan kemelekatan di dalam diri setiap individu. Hubungan kemelekatan sangat berpengaruh bagi perkembangan emosi anak. Adapun pengaruh dari hubungan kemelekatan terhadap perkembangan emosi si anak menimbulkan beberapa dampak. Jika kemelekatan terjalin sangat baik akan memberikan dampak yang positif, sebaliknya jika hubungan kemelekatan tidak terjalin dengan baik maka akan menimbulkan dampak yang negatif. Dampak-dampak tersebut diantaranya:
v  Dampak positif :
1.    Rasa percaya diri
Perhatian dan kasih sayang orangtua yang stabil dapat menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. Selain itu adanya perhatian dari orangtua, juga menyebabkan anak belajar percaya pada orang lain.
2.      Kemampuan membina hubungan yang hangat
Hubungan yang diperoleh anak dari orangtua menjadikan pelajaran baginya untuk dapat diterapkan dimasa dewasanya. Sebuah kelekatan yang hangat menjadi tolak ukur dalam membentuk hubungan dengan teman sebayanya maupun dengan orang di lingkungannya. Sebaliknya hubungan yang buruk, menjadi pengalaman traumatis baginya menghalangi kemampuan membina hubungan yang stabil dan harmonis dengan orang lain maupun lingkungannya.
3.      Mengasihi sesama dan peduli pada orang lain.
Anak yang tumbuh di lingkungan hubungan yang hangat memiliki sensitivitas atau kelekatan yang tinggi terhadap kebutuhan interaksi social di dalam lingkungannya. Kebutuhan yang dimaksudkan adalah kebutuhan untuk membantu kesusahan orang lain. 
4.      Disiplin
Kelekatan yang baik, membuat orangtua dapat memahami anak dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan orangtua lebih mudah memberikan arahan secara lebih proposional, empatik, penuh kesabaran dan pengertian yang mendalam. Memberikan hukuman terhadap kesalahan yang mereka buat merupakan cara yang tidak tepat untuk membuat anak patuh terhadap peraturan orangtuanya.
5.      Pertumbuhan intelektual dan psikologis

Bentuk kelekatan yang terjalin, kelak mempengaruhi pertumbuhan
fisik, intelektual dan kognitif serta perkembangan psikologis anak.
Dampak masalah kemelekatan pada anak
Masalah Intelektual
1 . Ketidakmampuan menghubungkan sebab-akibat
Orang tua yang tidak konsisten dalam bersikap akan mempengaruhi pemikiran seorang anak. Dampaknya akan semakin terlihat di masa depannya. Anak akan sulit memahami sebab-akibat dari sebuah peristiwa, sehingga dia akan sulit belajar dari kesalahan yang dia lakukan.

2 . Kesulitan Belajar
Kurangnya kelekatan dengan orangtua membuat anak mengalami kesulitan dalam memahami arahan ataupun instruksi yang seharusnya bisa dia pelajari dari perilaku orangtua.

3. Sulit mengendalikan dorongan
Kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi akan membuat anak mengalami ketidakpuasan atas berbagai hal yang dia inginkan. Hal ini yang mendorong anak untuk mencari perhatian orang lain dengan caranya sendiri, yang terkadang mengarah kepada hal-hal positif dan dapan merugikan orang lain.
Masalah Emosional

1. Kesulitan berbicara
Kemelekatan sangat berpengaruh bagi kemampuan berbicara seorang anak. Kurangnya kelekatan tersebut  mengakibatkan anak berpikir bahwa orangtuanya tidak memperhatikannya, sehingga anak lebih sering menahan diri dan tidak mengungkapkan keinginan dan mengekspresikan diri dengan kata-kata.
2. Gangguan pola makan
 Orangtua yang tidak konsisten dalam menanggapi kebutuhan fisik anak akan mengacaukan sistem metabolisme dan pola makan anak.
3. Perkembangan konsep diri yang negatif
Kurangnya perhatian orangtua seringkali membuat anak membangun image diri yang mandiri dan mampu hidup tanpa bantuan orang lain, terutama orangtua. Image yang telah dibangun tersebut ditunjukkan dengan sifat kerasnya untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa di dalam dirinya ada rasa kecewa, takut, marah dan sakit hati terhadap orangtuanya. Dia juga membuat presepsi dalam dirinya bahwa dia tidak diperhatikan, disingkirkan dan keberadaannya tidak dianggap oleh orangtuanya. Hal seperti inilah yang kemudian mendorong dia untuk melakukan perbuatan yang buruk  dan sulit mencintai juga menerima orang lain.
Masalah Moral
Anak yang mengalami masalah moral akan sulit membedakan yang baik dan yang buruk, karena kurangnya peran orangtua dalam menjadi patokan moral yang mengakibatkan mereka kesulitan mengendalikan dorongan dan kesulitan memenuhi kebutuhan emosional mereka. Sehingga mereka  hanya menirukan perilaku orangtua dan mencari cara agar tidak mendapat hukuman yang berat dengan berbohong, mencuri, merusak dan menyakiti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar